Menguatkan Gigi Dengan Arang
Di zaman purba, segala sesuatunya pasti serba seadanya. Untuk memasak, dulu orang-orang harus mendapatkan sumber api, baik dengan cara menggosok-gosokkan batu maupun lainnya. Selain itu, untuk memotong kayu, orang purba terpaksa harus menggunakan alat seadanya, sehingga putusnya pun semakin lama.
Namun, seiring dengan perkembangan zaman dan teknologi, untuk memasak cukup dengan menggunakan kompor. Sedangkan untuk memotong kayu, seseorang bisa menggunakan gergaji atau kampak.
Nah, bagaimana bila di zaman yang serbamodern ini masih ada sekelompok orang yang menggunakan cara-cara tradisional? Tentu sangat unik, lucu, gokil, kampungan, atau apapun istilahnya. Tapi mereka acuh dan masak bodoh dengan hal itu, yang penting semuanya berjalan dengan baik dan aman-aman saja.
Itulah yang pernah penulis alami. Di era 1970-an, saat orang-orang sudah menggunakan teknologi, kami di kampung di pedalaman Kalimantan Timur, sudah terbiasa dengan hal-hal tradisional yang berkembang secara turun temurun. Kami tak pernah terganggu apalagi malu dengan cara-cara yang kami lakukan. Toh itu untuk kebaikan diri kami sendiri. Salah satunya adalah menggosok gigi.
Entah bagaimana sejarahnya dulu, orang-orang di kampung kami kalu mau menggosok gigi selalu menggunakan arang (charcoal), yakni kayu hasil pembakaran. Dan itu berjalan hingga akhir tahun 1990-an. Untuk menyabuni tubuh saat mandi, kami menggunakan dedaunan yang bisa dengan mudah kami dapatkan di kampung. Begitu juga untuk sampo, kami menggunakan dedaunan yang mengeluarkan getah atau sejenis cairan bewarna hijau.
Menggosok gigi dengan arang? Ah, mungkin aneh bagi orang kebanyakan. Tapi, kami yang sudah terbiasa dengan hal itu, tak pernah peduli. Kami tetap menggunakannya. Hanya saja, seiring dengan sulitnya mencari kayu sebagai bahan bakar, maka masyarakat kami kini ‘terpaksa’ menggunakan pasta gigi yang banyak dijual di pasaran.
Tapi yang hebat, bisa dipercaya, kami yang sejak dulu menyikat atau menggosok gigi dengan menggunakan arang, tak pernah mengalami sakit gigi. Bahkan, sampai kini, saya pribadi tak pernah merasakan sakit gigi, apalagi sampai gigi berlobang. Sori ya… Walau terlihat kampungan, tapi khasiatnya sangat luar biasa.
Hal itu kami lakukan setiap hari. Sehabis bangun tidur, kami segera ke dapur mengambil satu dua bongkah arang untuk dibawa ke sungai sebagai salah satu peralatan mandi. Sudah pasti, menyikat atau menggosok gigi dengan arang, maka mulut akan tampak hitam. Tapi hasilnya? Wow, gigi kami kuat dan putih. Hebatnya lagi, kami tak pernah sakit gigi.
Saya sudah bertanya ke beberapa dokter tentang masalah ini. Ternyata dokter terkagum-kagum. Entah karena luar biasa atau karena tidak tahu. Dan ketika saya tunjukkan gigi saya, dia tersenyum karena gigi saya yang sudah mendekati usia 40 tahun ini utuh dan rapi. Tak ada lobang di gigi.
Belakangan ini, tampaknya sudah ada dokter yang melakukan penelitian sehingga tergerak untuk mengadopsi arang untuk digunakan sebagai pasta gigi. Arang sangat bermanfaat untuk menghilangkan bau dan juga dapat menyaring air yang kurang bersih menjadi bersih.
Apakah benar arang mampu memberikan efek yang luar biasa pada gigi? Hingga saat ini, sepertinya belum ada hasil konkret. Namun, bila anda tertarik, tak ada salahnya mencoba. Toh, saya sudah membuktikannya. Di saat orang-orang banyak sakit gigi, saya cuma tersenyum kemenangan. “Makanya jangan suka menyepelekan orang-orang kampung yang menggosok gigi dengan arang,” begitulah biasanya saya mengomentarinya. Mau mencoba? (Syafik).